Chapter 3 - Pertemuan Singkat
[PoV:
Takuya]
"Hahh~"
Sambil berdiri di kasir
minimarket, aku menghela nafas dalam untuk kesekian kalinya hari ini.
Tentu saja, sebabnya
adalah karena aku dan Shi-chan yang sedang berbeda pendapat saat ini.
Kalau dipikir-pikir, semua
salahku.
Kalau pacar lihat aku
akrab dengan cewek lain, wajar dong kalau dia jadi cemas.
Makanya, seharusnya aku
menjauh dari Mikitani-san lebih cepat, dan seharusnya aku menjelaskan dengan
baik.
Bahkan waktu aku pulang
pun, pasti ada cara yang lebih baik untuk bertindak.
Tapi, menyesali semuanya
sekarang tidak ada gunanya, sudah keburu basi.
Saat itu, aku tidak tahu
harus menjelaskan dengan kata-kata yang tepat kepada Shi-chan.
Bahkan sekarang pun,
rasanya apa yang aku katakan hanya akan terdengar seperti alasan, dan aku
bahkan tidak bisa memberikan alasan yang layak.
Itulah sebabnya, aku ingin
menyampaikan penjelasan yang benar melalui Lime sesegera mungkin, tapi
sayangnya saat ini aku sedang sibuk bekerja sehingga tidak bisa memainkan
ponselku, itu sangat frustrasi...
"Huu~"
Padahal aku sudah siap
untuk menjalani hubungan ini, tapi semua jadi berantakan...
Karena aku tidak bisa
melakukan apa-apa, pikiran negatif mulai melintas di kepalaku, bertanya-tanya
apakah Shi-chan memblokirku di Lime...
Tapi meskipun aku penuh
kekhawatiran, masalahku hari ini bukan hanya masalah pertengkaran yang terjadi
hari ini.
Masalah lainnya adalah
keberadaan Nijima-kun, satu-satunya laki-laki yang ikut dalam tim pelayanan.
Setelah mengamatinya
sepanjang hari, aku menyadari dengan jelas.
Niijima-kun itu jelas
mengincar Shi-chan...
Tapi, bukan berarti Niijima-kun
itu buruk.
Meskipun ada masalahnya,
kami menjaga hubungan kami sebagai rahasia, jadi ini tidak adil untuk mengeluh
tentang Niijima-kun dalam kondisi ini.
Namun, sekarang Shi-chan
pasti sedang bersama Niijima-kun, merencanakan festival budaya.
Hanya memikirkan hal
tersebut, meskipun aku percaya Shi-chan pasti baik-baik saja, tidak bisa tidak,
rasa gundah muncul dalam diriku.
Toh, melihat dari sudut
pandangku, Niijima-kun memang pria yang baik.
Dia tampan, dan selain
itu, dia menangani komite eksekutif festival budaya dan bersikap ramah dan adil
kepada semua.
Karena itulah aku jadi
merasa semakin cemas.
Mungkin inilah yang orang
sebut sebagai rasa gelisah dalam cinta...
"Huu~"
Untuk sekarang, aku hanya
ingin memastikan dia sudah sampai rumah dengan selamat atau tidak, sambil
berpikir begitu, aku menghela nafas dalam lagi...
Ding-dong.
Bersama dengan melodi yang
akrab, seorang pelanggan masuk ke dalam toko.
Aku mengumpulkan
semangatku lagi dan sambil menyapa "Selamat datang~", aku memeriksa
pelanggan yang datang.
Tiba-tiba di sana, ada
seorang wanita berpakaian mencurigakan dengan topi kasual yang ditarik ke
bawah, kacamata berbingkai tebal dan masker.
Ya, sepertinya itu adalah Shi-chan
yang sedang menyamar...
Sejak kami mulai
berkencan, ini adalah pertama kalinya dia berpakaian seperti orang
mencurigakan.
Mungkin dia menyamar
seperti itu karena kami sedang sedikit berselisih pendapat.
Tapi, aku tidak mengerti
kenapa dia sampai menyamar dan muncul di minimarket.
Pasti ada alasan, tapi
untuk sekarang, aku merasa lega karena dia menunjukkan dirinya di minimarket.
Jadi, Shi-chan yang
berpakaian mencurigakan itu, dia menunjuk ke ujung topinya dengan jari dan
berjalan ke arah sudut majalah sambil berusaha menyembunyikan wajahnya.
Lalu, seperti biasa, dia
mengambil sebuah majalah dan mulai membaca sambil berdiri.
Namun, setelah aku
perhatikan lebih dekat, ternyata dia tidak benar-benar membaca majalah
tersebut, dia hanya membolak-balik halamannya sambil sesekali melirik ke
arahku.
--Perasaan ini, sepertinya
aku sudah pernah merasakannya sebelumnya.
Dulu, bisa saja aku
menertawakan gerak-gerik Shi-chan yang mencurigakan itu, tapi sekarang aku
hanya merasa canggung.
Itulah mengapa aku
berpindah ke tempat dimana Shi-chan tidak bisa melihatku.
"Huu~"
Apa yang harus aku
lakukan...
Sambil jongkok, aku
berpikir apa yang harus aku lakukan dengan situasi ini.
Untuk sekarang, Shi-chan
yang menyamar itu pasti berpikir bahwa identitasnya tidak terungkap.
Jadi, yang harus aku
lakukan adalah bertindak seolah-olah aku tidak menyadari dan melayaninya
seperti pelanggan biasa.
Setelah menyortir keadaan
tanpa ada yang terselesaikan, aku berdiri sambil menegakkan semangat.
Dan di depan kasir, aku
melihat sosok Shi-chan yang seharusnya tadi sedang membaca majalah.
"Permisi, aku ingin
membeli ini!"
Pembelian yang terlalu
cepat itu.
Aku melihat ke dalam
keranjangnya dan hanya terdapat satu botol teh.
Aku mulai melakukan
pembayaran sambil merasa bingung di dalam hati karena dia muncul begitu
tiba-tiba.
Shi-chan juga terlihat
terburu-buru, nafasnya terengah-engah dan bahunya naik turun.
Setelah dipikir-pikir,
apakah benar ada kebutuhan mendesak sehingga dia berperilaku tidak biasa
seperti itu? Perilakunya yang tidak konsisten pun terus berlanjut hari ini.
"Er, eh, harganya 128
ye--"
"Ini!"
Shi-chan menyela apa yang
aku ucapkan dengan mengeluarkan selembar uang seribu yen dari dompetnya dan
menyodorkannya kepadaku.
Meski dalam situasi
seperti ini, tetap saja dia menggunakan uang seribu yen, pikirku sambil
menerima uang tersebut dan menyelesaikan transaksinya sebelum memberikan
kembaliannya.
Lalu, seperti biasa, Shi-chan
menggenggam kedua tanganku yang memberikan kembaliannya dengan erat seolah-olah
itu sangat berharga.
"Uh, umm..."
"Ya, ada apa?"
“Karyawann, apakah kamu
sedang naksir seseorang saat ini?”
Shi-chan, yang masih
menggenggam tanganku, mulai berbicara.
Mata di balik kacamatanya
sedikit gelisah dan melalui maskernya, bisa terlihat bahwa dia sedang gugup.
Dengan rasa tidak nyaman
dan perilaku yang mencurigakan, Shi-chan, yang sengaja berdandan untuk datang
ke sini, menanyakan pertanyaan itu.
Karena itu, aku menganggap
pertanyaannya sangat penting dan menjawab dengan serius.
"Iya, ada."
"O... begitu ya.
Bagaimana pendapatmu tentang orang itu...?"
Gemetar di tangan Shi-chan
semakin kuat —
Aku tidak tahu apakah itu
karena kurangnya kepercayaan pada dirinya sendiri atau karena dia meragukan
hubunganku dengan Mikitani-san, tapi yang pasti dia merasa cemas.
— Maaf ya, Shi-chan. Aku
membuatmu merasa tidak pasti.
Aku menggenggam kembali
tangan gemetarnya erat-erat, dan menyampaikan perasaanku dengan jelas.
"Tentu saja, aku
sangat menyayangi dia. Dia gadis paling imut di dunia, dan yang paling aku
cintai, dia begitu berharga hingga aku merasa tidak pantas untuknya. Aku tidak
tertarik dengan wanita lain selain dia."
Aku tidak yakin apakah aku
telah menyampaikan kata-kataku dengan baik —
Namun, aku telah
menyampaikan perasaanku yang meluap-luap kepada Shi-chan dengan kata-kata yang
jelas.
Setelah mendengar
jawabanku, Shi-chan tampak agak bengong.
Namun, tak lama kemudian
ia kembali sadar dan tergesa-gesa melepaskan tangannya dan memasukkan uang
kembalian ke dompetnya.
Kemudian, dengan cepat dia
memberi hormat dan pergi keluar dari minimarket.
Aku hanya bisa melihat
punggung Shi-chan yang masih bersikap mencurigakan sampai akhir.
Meskipun kejadian itu
berlangsung begitu cepat, wajah Shi-chan saat pergi kelihatan sangat merah
melewati maskernya.
Dari reaksinya, aku merasa
sedikit lega karena sepertinya aku telah berhasil menyampaikan perasaanku.
Keesokan harinya.
Aku bersiap-siap seperti
biasa dan pergi ke sekolah seperti yang selalu aku lakukan.
Sesampai di kelas, aku
menuju tempat duduk baruku di kolom kedua dari koridor, dan tempat kedua dari
belakang.
Dan di tempat duduk tepat
di belakangku, seperti biasa, ada Shi-chan yang sudah datang sebelumku.
Ketika dia menyadari
kehadiranku, mata kami berpapasan dengan tegas —
"Selamat pagi, Shi-chan."
"Ya, selamat pagi Tak-kun."
Sambutan Shi-chan yang
tenang dan lembut saat membalas sapaanku.
Itu adalah sapaan biasa
seperti yang selalu kami lakukan.
Meskipun kami sedikit
berselisih hanya karena hal kecil kemarin, sekarang kami kembali seperti semula...
tidak, sebenarnya kami bisa tumbuh menjadi hubungan di mana kami bisa saling
mempercayai lebih dari sebelumnya.
◇
Waktu berjalan mundur ke
malam kemarin.
Setelah selesai kerja
paruh waktu, aku tidak mandi atau makan malam melainkan langsung menghadap
ponselku di kamar.
Hari ini, meskipun Shi-chan
datang ke tempat kerjaku dengan tingkah laku yang mencurigakan, aku ingin
menjelaskan kejadiannya hari ini dan berbicara dengan serius tentang masa depan
kita.
Namun, meskipun aku ingin
melakukan itu, aku tidak tahu harus mulai darimana untuk memulai pembicaraan
dan belum juga melakukan panggilan tersebut.
── Tidak apa-apa, aku akan
membuat panggilan!
Saat aku memutuskan itu,
tiba-tiba aku menerima pesan Lime sebelum aku menekan tombol panggilan.
"Tak-kun, maaf
ya."
Pesan Lime itu datang dari
Shi-chan dan isinya adalah permintaan maaf yang tidak terduga dari Shi-chan.
Aku, yang tidak tahu
kepada apa 'maaf' itu ditujukan, mulai merasa muak pada ketidakberdayaan diri
sendiri.
── Jangan-jangan, ini
adalah permintaan maaf untuk berpisah...?
Dari rasa tidak pasti,
pikiran negatif mulai muncul.
Meski aku berusaha percaya
bahwa itu tidak benar, sisi diriku yang tidak percaya diri tetap ada.
Namun, bagaimanapun juga
aku tidak bisa tinggal diam seperti ini.
Aku memutuskan untuk
berani dan membalas pesan Lime dari Shi-chan.
"Shi-chan tidak perlu
minta maaf, aku yang seharusnya salah karena telah membuatmu merasa tidak
pasti."
Jadi, tidak ada salahnya
pada Shi-chan.
Setelah aku membalas
seperti itu, aku segera mendapat tanda telah dibaca.
Meskipun sedikit panik
dengan kecepatan responsnya, aku tahu aku harus menyampaikan perasaanku.
"Yang aku suka hanya Shi-chan.
Jadi jika tidak keberatan, bisakah kita bicara sebentar lewat telepon?"
Aku ingin mendengar suara Shi-chan
terlebih dahulu.
Karena lewat teks, seperti
pikiran negatif yang sempat muncul tadi, ada risiko timbulnya salah paham atau
perasaan asli yang tidak tersampaikan dengan baik.
Itulah sebabnya, bukan
lewat teks, aku ingin menyampaikan perasaanku dengan jelas melalui suara, jadi
aku mengundang Shi-chan ke panggilan telepon.
Sambil menunggu dengan
deg-degan, aku memberikan jeda sejenak dan nada dering ponsel mulai berbunyi.
Tentu saja, itu adalah
panggilan masuk dari Shi-chan.
Dengan deg-degan, aku
menekan tombol panggilan.
"Halo, Shi-chan? ──
Uh, maaf ya, mengganggumu malam-malam begini."
"......"
"Shi, Shi-chan?"
"......Maaf."
"......Hah?"
Dari seberang sana, aku
mendengar suara Shi-chan yang lemah.
Aku tidak bisa mendengar
dengan jelas, tapi kata-katanya membuatku merasa gelisah, seluruh pori-poriku
seakan terbuka karena perasaan takut yang menjijikkan──.
Jika kata-kata itu adalah
"maaf"...
Itu adalah kata yang
paling aku takuti saat ini...
Sambil benar-benar
berharap agar hubungan ini tidak berakhir, aku menunggu kata-kata dari Shi-chan──.
"Maaf!! Aku...
cemburu banget!!"
Namun, suara yang datang
dari seberang panggilan adalah tangisan yang tidak terduga.
Dengan suara menangis yang
hampir mirip dengan isakan, Shi-chan meminta maaf karena merasa cemburu.
"Kamu baik-baik saja,
Shi-chan!?"
"Tidak baik-baik aja!
Aku cemburu dan jadi anak yang menyebalkan!!"
Sambil menumpahkan
semuanya, Shi-chan menangis tersedu-sedu dari seberang telepon.
Namun, jika alasan Shi-chan
menangis adalah karena cemburu, itu berarti sama sekali tidak ada yang salah
dengan Shi-chan.
Aku yang membuatnya merasa
begitu, aku yang salah dalam semuanya.
Itulah mengapa sangat
menyakitkan bagiku melihat Shi-chan yang aku sangat cintai menangis seperti
ini.
"Tidak seperti itu
kok... Aku yang membuat kamu cemburu, aku yang salah semuanya."
Jadi, tolong jangan
menangis lagi.
Dengan harapan seperti
itu, aku kembali menyampaikan perasaanku dengan kata-kata.
Bukan sebagai karyawan dan
pelanggan di minimarket, tapi kali ini sebagai pasangan kekasih──.
"──Yang aku cintai hanya
kamu, Shi-chan."
Jadi mari kita terus
bersama.
Dengan harapan itu, aku
tidak hanya melalui teks di Lime, tapi juga menyampaikan perasaanku dengan
jelas melalui kata-kata.
"Aku juga cinta kamu,
Tak-kun! Cinta banget!! Uwaa───n!!"
Rupanya, perasaanku
benar-benar tersampaikan, Shi-chan menjadi lebih terisak.
Namun air matanya kali ini
tidak lagi karena kesedihan, tapi menjadi air mata kebahagiaan.
Shi-chan begitu
sungguh-sungguh mengasihiku hingga menangis sejadi-jadinya.
Hal itu terasa sangat nyata bagiku, aku merasa senang, tersayang, dan akhirnya air mataku juga jatuh bersama.
Begitu, setelah saling
menyampaikan perasaan kami, kami pun jujur membahas poin-poin yang harus
direfleksikan dari kejadian kali ini.
Berkat itu, kami bisa mengonfirmasi
perasaan satu sama lain dengan saling berhadapan dengan tulus.
Dalam hubungan ini,
mungkin akan ada kesalahpahaman seperti ini lagi di masa yang akan datang.
Itu sebabnya, aku ingin
terus berusaha mengekspresikan perasaanku dengan jujur.
Aku ingin terus
menyampaikan rasa sayang ini yang sangat berharga bagi kami──.
◇
"Eh, um... maaf ya
untuk kemarin?"
"Tidak, aku yang
harusnya minta maaf."
Dengan rasa malu, Shi-chan
meminta maaf untuk kejadian hari kemarin.
Tapi karena sebenarnya aku
yang salah, aku juga meminta maaf kepada Shi-chan.
Dengan saling meminta maaf
seperti ini, kita menjadi lucu dan akhirnya kita berdua tertawa bersama.
Kita sepakati, dengan tawa
ini, semuanya yang terjadi kemarin sudah dianggap selesai.
Tanpa perlu berkata-kata,
kami saling memastikan perasaan tersebut, tertawa sambil saling memandang.
"Ah, selamat pagi,
Ichijo! Kamu keren seperti biasa hari ini!"
Saat aku mengambil buku
pelajaran dari tas, Mikitani-san yang duduk di depanku datang terlambat ke
kelas dan menyapa dengan penuh semangat pagi.
Jika itu aku yang kemarin,
aku pasti akan terganggu dengan keberadaan Shi-chan di belakang dan tidak bisa
merespons dengan baik.
Tapi, sekarang aku sudah
baik-baik saja.
"Selamat pagi, Mikitani-san.
Aku tidak sekeren itu kok?"
Aku menjawab sapaan Mikitani-san
dengan senyuman sambil tertawa.
Kemudian, Mikitani-san,
yang menerima respons dari seranganku, tampak kebingungan dengan ekspresi
herannya.
"…Eh? Ichijo, kamu
biasanya tertawa seperti itu?"
"Aha ha, aku juga
bisa tertawa kalau ada yang lucu, lho."
"Hmm, senyumanmu
barusan mungkin membuatku sedikit deg-degan──"
Mikitani-san, yang duduk
menghadap kursinya sendiri dan menghadap ke arahku yang di seberang meja,
berkata dengan senyum lebar.
Pipinya sedikit memerah,
dan dari itu saja bisa kuduga itu bukan hanya omong kosong.
Kalau itu aku sebelumnya,
mungkin aku akan merasa bingung dengan kata-kata 'deg-degan' dan kedekatan ini.
Namun sekarang, aku tidak
lagi kebingungan.
Karena aku memiliki
kepercayaan diri untuk dengan bangga mengatakan bahwa aku pacar Shi-chan.
Oleh karena itu, aku
tertawa menanggapi kata-kata dari Mikitani-san itu.
“Kalau begitu, mesti
sering-sering tertawa biar nggak rugi, kan?”
Ekspresi Mikitani-san
semakin memerah saat mendengar kata-kataku itu.
Dan──,
“Yup, senyuman Tak-kun itu
curang, ya! Ah, tentu saja, kamu juga menarik loh meskipun tidak tersenyum♪”
Shi-chan bergabung dalam
percakapan kami, seolah-olah menyela antara aku dan Mikitani-san.
Melihat Shi-chan yang
tiba-tiba bergabung itu, Mikitani-san terlihat sangat terkejut.
“Hah? Eh? Sa, Saegusa-san!?”
“Iya, selamat pagi Mikitani-san.”
“Eh, a, iya. Selamat
pagi…”
Mikitani-san, yang mengira
seolah aku hanya sepihak tertarik kepada Shi-chan.
Makanya dia tidak
menyangka sama sekali bahwa Shi-chan akan bergabung dalam pembicaraan seperti
ini.
Ekspresi bingung dan
terpaku Mikitani-san saat melihat Shi-chan menggambarkan seberapa istimewanya
keberadaan Shi-chan di sekolah ini.
“Mikitani-san juga,
sepertinya mulai menyadari kelebihan Tak-kun, ya? Kalau begitu, sepertinya kita
punya kesamaan!”
Dengan senyuman itu, Shi-chan
berkata kepada Mikitani-san dan lalu berlalu meninggalkan kelas dengan berkata,
"Nah, sampai jumpa."
“…Ini benar-benar di luar
dugaan.”
Mengawasi punggung Shi-chan
yang pergi, Mikitani-san merenung dalam suara yang lembut.
Ekspresinya tampak
seolah-olah telah menyerah, namun juga terasa lega.
“Kalau begini, lawannya
terlalu kuat… Tapi yah, karena belum terlalu jatuh cinta, mungkin masih aman?”
Lalu Mikitani-san berkata
dengan senyum yang agak terpaksa.
Aku tentu saja mengerti
maksud kata-katanya itu.
Oleh karena itu, aku
merespons dengan sopan kepada kata-kata Mikitani-san yang tersenyum lemah itu.
"Mikitani-san itu,
selalu ramah dan ceria, serta sangat cantik, jujur nggak ada cacatnya, dia
emang hebat banget menurutku. ──Tapi meskipun begitu, orang yang aku suka hanya
satu."
Mendengar kata-katuku, Mikitani-san
mengangguk seolah memahami, lalu terlihat seperti tenaganya terlepas dan
melakukan peregangan besar.
"─Tidak, aku kan
nggak nyatain cinta ke kamu kok.─Tapi, makasih ya. Kata-katamu tadi, aku senang
banget dengarnya. Yang bagian depannya aja lho!"
Dengan berkata begitu, Mikitani-san
menertawakan semuanya dengan ringan seperti melepaskan beban, dan dia tampak
sangat cantik.
Begitulah kami berdua,
sekali lagi tersenyum dan bersalaman sebagai teman.
Shi-chan, yang entah sejak
kapan sudah kembali, mengawasi kami dengan senyum lembut yang hanya bisa
kulihat dari posisiku.
◇
Setelah sekolah.
Saat aku bersiap untuk
pulang bersama Shi-chan hari ini juga, Nijima-kun datang ke Shi-chan.
"Saegusa-san. Hari
ini juga, kita akan melanjutkan diskusi kemarin tentang tugas pelayanan, apakah
kamu ada waktu?"
Nijima-kun mengundang Shi-chan
untuk diskusi festival kebudayaan hari ini juga.
Tugas dapur yang aku ikut
sertakan tak memerlukan pertemuan after school karena sudah ada anak-anak
perempuan yang pandai masak menyiapkan draf resepnya, jadi aku nggak perlu
berkumpul sepulang sekolah.
Artinya, jika Shi-chan
diambil lagi untuk diskusi festival kebudayaan hari ini, aku akan pulang
sendirian, lagi.
Ketika aku melihat ke arah
Shi-chan, dia tampak menunjukkan ekspresi kesusahan yang langka di depan umum,
sesekali melihat ke arahku dengan tatapan sampingan.
Pastinya, Shi-chan juga
ingin pulang bersamaku hari ini.
"Emm, aku pikir kita
udah hampir selesai ngomongin semuanya di pertemuan kemarin, kan...?"
"Ah, iya. Memang sih,
tapi untuk selanjutnya kami ingin menyusun jadwal waktu semua orang. Aku ini
satu-satunya cowok dalam grup kerja ini, jadi ada beberapa bagian sulit yang
harus kami urus dengan hati-hati."
Maka Nijima-kun tersenyum
meminta maaf, seolah minta Shi-chan untuk ikut juga.
Namun, dari sudut
pandangku, terasa seolah Nijima-kun sengaja membuat supaya dia menjadi
satu-satunya pria dalam grup, tapi jika maksud pertemuan memang untuk festival
kebudayaan, aku sebagai orang luar merasa kesulitan untuk ikut campur.
Meskipun aku ingin pulang
bersama hari ini, tidak mungkin Shi-chan tidak mengikuti sendirian, sepertinya
aku hanya bisa bersabar...
Shi-chan juga tampaknya
merasakan hal yang sama, ia menghela nafas kecil seolah menyerah dan dengan
senyum idola yang biasanya terpancar, ia mulai berbicara.
"Kalau begitu, aku
juga──"
"Ah, maaf, aku hari
ini tidak bisa."
Namun, sebelum Shi-chan
sempat mengatakan akan ikut, Mikitani-san yang duduk di kursi depannya berdiri
dan berkata.
"Aku ada pekerjaan
paruh waktu. Masih ada waktu kok, bisa diatur lagi kan, di homeroom
berikutnya?"
"Itu masalahnya,
semua orang punya jadwal masing-masing, lebih baik kita tentukan sekarang yang
bisa ditentukan."
"Hmm, Iya sih,
mungkin aja itu benar, tapi kalau gitu, sekarang juga semua orang punya rencana
kan? Ada juga yang tidak bisa datang karena ada kegiatan klub lain, kita berdua
aja nggak bisa menentukan jadwalkan?"
Kata-kata Mikitani-san
yang terlalu patut itu membuat Nijima-kun kehilangan kata-kata.
Benar juga, apa yang
dikatakan Mikitani-san itu.
Takuya dan Shimizu-san
sudah pergi ke klub mereka berdua, dan beberapa anggota lain yang bertugas di pelayanan
juga sudah tidak ada di kelas.
Dengan kondisi seperti
itu, tidak mungkin bisa menentukan jadwal dengan orang-orang yang tersisa.
Tapi pasti itu juga tujuan
Nijima-kun.
Meskipun tidak ada
keputusan, dengan menetapkan pertemuan yang diperlukan, dia mungkin ingin
membuat waktu untuk menghabiskan waktu dengan Shi-chan.
Makanya Nijima-kun juga tidak
akan gampang mundur di situ.
"Lihat, kan hanya ada
satu cowok, aku ingin juga membahas taktik untuk situasi seperti itu. Kan kita
masih bisa berpikir meskipun nggak semua orang ada?"
Jika pembicaraan jadwal
sudah mentok, berikutnya dia akan membawa topik baru ke atas meja dengan alasan
dia adalah satu-satunya pria di sana.
"Apa yang cuma bisa
dilakukan laki-laki, misalnya apa?"
"Itu kan, seperti
pembicaraan kemarin, mungkin akan ada pelanggan yang kasar kepada wanita, jadi
aku juga berencana bergabung dalam layanan pelanggan untuk mengawasi. Tapi aku
juga tidak bisa terus-terusan ada di sana, jadi itu juga... maksudku,
pertama-tama aku harus menentukan kapan aku bisa hadir, dan setidaknya
menetapkan draft jadwal dulu."
"Hmm, paham. Tapi itu
berarti sebenarnya masalahnya adalah karena kamu satu-satunya laki-laki?"
Dengan penjelasan dari
Nijima-kun, Mikitani-san menambahkan satu komentar yang tajam.
Sesuai dengan kata-kata Mikitani-san,
masalah sebenarnya adalah Nijima-kun adalah satu-satunya pria di tim layanan
pelanggan.
Mikitani-san tersenyum ke
arahku, seolah-olah menunjukkan sesuatu.
Dari alur pembicaraan yang
aku dengar, aku bisa menduga apa yang dimaksud.
Dan Shi-chan juga berpikir
sama.
Shi-chan dan Mikitani-san
saling berpandangan dan tersenyum.
Lalu...
"Ayo kita minta
Tak-kun juga untuk bergabung dalam tim pelayanan!"
"Setuju!"
Dengan usulan dari Shi-chan,
Mikitani-san juga langsung setuju.
Mengikuti arus yang
terprediksi itu, Nijima-kun tampak bingung.
"Tapi, dengar ya, Ichijo-kun
kan bertugas di dapur, itu juga sibuk kan...?"
"Hmm, tidak juga,
tugas kami di dapur itu ribet hanya saat persiapannya aja, lain dari itu
gampang kok. Hari H juga hanya ada satu wajan saja."
Aku tidak bohong. Tugas
kami di dapur itu memang ribet pas persiapan aja, setelah itu kita cuma punya
satu wajan, jadi nggak banyak yang harus dilakukan.
Makanya, aku memutuskan
untuk menerima usulan dari Shi-chan dan Mikitani-san.
Itu juga demi kebaikan
kelas, dan yang terpenting, aku senang bisa satu tim dengan Shi-chan.
Dan nggak mungkin aku
membiarkan situasi ini menjadi milik Nijima-kun sendirian.
"Oke, jadi udah pasti
nih! Kostum untuk staff laki-laki juga masih bisa dipinjam, jadi tolong ya Ichijo!"
Setelah berkata begitu, Mikitani-san
tertawa sambil menepuk-nepuk punggungku.
Shi-chan, karena senang
bisa menjadi satu tim denganku, melambai-lambaikan tangannya dengan ceria.
"Jadi, udah fix ya!
Kostum buat kru cowok masih bisa kita pinjam, jadi tolong ya, Ichijo!"
Dan begitu saja,
percakapan pun selesai, Mikitani-san pergi dari kelas dengan mengedipkan mata.
Dengan kepergian Mikitani-san,
pertemuan hari ini batal, dan gadis-gadis lain juga mulai meninggalkan kelas.
"Yuk, kita juga
pulang. Sampai jumpa ya, Nijima-kun."
Dan itulah yang menjadi
penentu, satu kalimat dari Shi-chan itu.
Sambil memegang tasnya, Shi-chan
mengajakku untuk pulang, dan Nijima-kun yang tergesa-gesa mencoba untuk menahan
kami.
"Tunggu
sebentar!"
"Apa?"
"Shi-chan itu, apa
hubunganmu sama Ichijou-kun?"
Nijima-kun, dengan wajah
yang tampak kesulitan, bertanya langsung kepada Shi-chan dengan pertanyaan
seperti itu.
Pasti dia meragukan
hubungan antara aku dan Shi-chan.
"Rahasia."
"Eh?"
"Iya, rahasia kok.
Ay, Tak-kun, kita pulang!"
Namun, Shi-chan
mengalihkan perhatian dari Nijima-kun dengan senyuman idola yang ceria.
Lalu, dia mendekat ke sampingku
dan tersenyum padaku, mengajakku pulang bersama.
Senyuman itu berbeda
dengan yang dia tunjukkan Nijima-kun, itu adalah senyuman alami yang dipenuhi
dengan kebahagiaan.
Senyum yang menunjukkan
rasa gembira karena bisa pulang bersama, dengan pipinya yang sedikit merona,
adalah senyuman khusus yang hanya dia tunjukkan padaku, dan tidak pernah kepada
yang lain.
Aku, meski sedikit
terkejut dengan perilak Shi-chan yang begitu jelas itu, mulai berjalan menuju
pintu bersanya.
"Rahasia itu...
apakah itu berarti... mereka sudah..."
Dengan kami pergi, suara Niijima-kun
yang terdengar menyerah merambat ke telingaku...
Previous || Daftar isi || Next