Chapter 11 - Orang yang Selalu Memperhatikanmu
[PoV: Mahiru
"Ini buruk,"
gumam Mahiru dalam hatinya.
Dia sudah merasa tidak
enak badan sejak bangun tidur dan dia sadar bahwa kondisi tubuhnya kali ini
cukup serius ketika dia berada di sekolah.
Dia menyadari bahwa
pikirannya lebih lambat dari biasanya karena kepala yang berat seperti batu,
dan perut bawahnya semakin sakit setiap kali dia bergerak, seolah-olah dipukul
dengan benda tumpul atau ditusuk dengan jarum. Ditambah lagi, tubuhnya merasa
lebih panas dari biasanya dan selalu merasa lelah.
Meskipun fenomena ini
adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari karena lahir sebagai wanita, dia
sangat kesal juga karena keseimbangan hormonnya terganggu.
Meski merasa sedikit
emosional, dia bisa menahan diri, jadi dia mencoba menenangkan emosinya yang
tergores sambil menghela napas pelan.
Untungnya atau sayangnya,
kondisi Mahiru relatif ringan dibandingkan dengan keluhan wanita lain yang
didengarnya. Jika obat bekerja, itu bukan masalah besar dan ia bisa bergerak
dengan normal.
Jika kondisinya lebih
buruk dari ini maka harus ke rumah sakit. Tapi bukanlah sesuatu yang tidak
dapat ditoleransi hingga mengganggu kehidupan sehari-hari; itu hanya membuatnya
tidak nyaman.
Dia menyesali lahir
sebagai wanita saat seperti ini, tapi itu bukan sesuatu yang bisa dipilih.
Untuk saat ini ia meminum
obat untuk meringankan rasa tidak nyaman dan menjalani hari sekolah tanpa
membiarkan rasa sakit itu tampak di wajahnya. Setelah mendapatkan waktu luang ,Mahiru
langsung pulang untuk tenang diri di rumah Amane... setelah beberapa saat, Amane
pulang membawa tas belanjaan lalu melihat ke arah Mahiru.
"Kamu pulang cepet
ya"
"Maaf aku biarin kamu
belanja sendirian hari ini"
"Gak apa-apa kok .
Cuma mikir kamu pulang agak cepet ya ?"
Memang benar ,kali ini ia
pulang cukup cepet.
Walaupun ada
ketidaknyamanan fisik ,dia ingin tenangkan diri sendiri dalam suasana tenang,
jadi dia datangi tempat tersebut dgn langkah cepat.
Sebelum Amane kembali ,Mahiru
minum obat lagi untuk menenangkan diri .Tapi bukan berarti rasa sakit hilang
sepenuhnya atau obat tersebut bekerja secara instan, sehingga rasa letih dan
nyeri perut muncul kembali membuat Mahiru kesal.
"Hari ini aku mau
santai aja dirumah "
Dengan tersenyum sambil
meletakan tangan pada perut untuk menyembunyikan rasa sakit dan ketidaknyamanan
,Amane melihatnya dengan tatapan yang tampaknya mencari sesuatu.
"Apa ada masalah
?"
"Tidak, gak ada
apa-apa "
Amane tampak berpikir
sejenak ,tetapi kemudian dia mulai menata barang belanjaannya di lemari es. Mahiru
merasa lega dan hanya menatap Amane yang sibuk bekerja.
Setelah selesai menata
makanan dengan cepat, Amane berbalik dan memanggil "Mahiru" dari
seberang meja. Mahiru menghela napas dan membungkukkan punggungnya lebih dari
biasanya.
"Aku mau nge-rebus
air, kamu mau minum apa?"
"Eh, oh, ya."
Tiba-tiba Amane menawarkan
sesuatu dan Mahiru mengangguk tanpa berpikir panjang. Apakah Amane tidak
menyadari bahwa pikiran Mahiru sedang melayang, atau dia hanya melihatnya
dengan tatapan yang lebih lembut dari biasanya.
"Boleh aku yang bikin
minumannya?"
"Oh, kamu mau bikin
minuman buat aku?"
"Iya. Jadi biar aku
aja ya."
Mahiru membiarkan Amane
membuat minuman hangat untuknya, dan dia tidak terlalu khawatir. Pada dasarnya,
cukup jika Amane hanya menuangkan air panas; ia bisa menunggu sampai dingin
lalu meminumnya dengan santai.
Karena dia tidak ingin banyak
bergerak, dia membiarkan Amane mengurus semuanya sambil mendengar suara ketel
mulai mendesis. Sebelum dia menyadarinya, Amane sudah kembali ke ruang tamu.
Dia membawa satu cangkir.
Saat Mahiru bertanya-tanya
apa itu, tangan Mahiru dipaksa untuk memegang cangkir itu.
Di dalam cangkir dua lapis
yang tidak panas saat dipegang itu, ada cairan yang berwarna kuning pucat.
Sepertinya ada beberapa
serat di dalamnya, tapi karena Mahiru sedikit linglung dan tidak benar-benar
melihat apa yang dibuat Amane, jadi ia tak tahu apa isinya.
Ketika ia sedikit memiringkannya,
cairan itu tampak mengalir perlahan-lahan seolah memiliki tekstur kental.
Serat-serat itu tampak seperti pakaian yang dilemparkan ke mesin cuci
berputar-putar di dalam gelas tersebut.
"...Ini apa?"
"Ini madu jahe
hangat. Baik untuk tubuh dan bisa membuatmu hangat."
Setelah mengatakan itu ,Amane
meletakan selimut dari kursi dining ke bahu Mahiru ,lalu meletakan tas aneh di
pangkuan Mahiru.
Dengan rasa hangat lembut
dari gelas, ditambah dengan rasa hangat dan berat dari tas aneh di pangkuan ,Mahiru
melihat ke arah Amane dengan bingung, tapi wajah Amane tetap tenang.
"Letakan ini di
perutmu"
Baru sadar bahwa tas aneh
tersebut adalah botol air panas dan hampir membuat suaranya keluar.
Dengan bobot dan suara
ketika dikibaskan ,Mahiru menyadari bahwa isi tas tersebut adalah air.
Jadi "Aku mau merebus
air" sebenarnya untuk botol air panas . Karena tak ada minuman lain untuk
diri sendiri didapur, maka pertanyaannya sebenarnya hanya untuk botol air panas
dan minuman milik Mahiru.
Amane duduk sedikit jauh
darinya ,bukan dengan wajah serius tapi dengan tatapan tenang yang sedikit
khawatir.
"Lebih baik kamu
duduk dengan posisi yang nyaman. Mau tiduran setelah minum?"
"Eh, tidak, tidak
sampai segitunya"
"Kalau begitu kita
tetap seperti ini. Jika kamu merasa sakit ,bilang ya "
Amane seakan mengetahui kondisi
tubuhnya dan mengatakan hal tersebut sambil memainkan remote AC ,Mahiru sadar
bahwa dia telah tahu sepenuhnya.
"Ehm, bagaimana kamu
tahu?"
"...Kamu tampak
kurang enak badan dan sering meletakan tangan di perut. Kalau kamu merasa tidak
enak secara terus-menerus begitu, aku bisa merasakannya."
Amane menjelaskan dengan
rasa canggung dan tampak merasa bersalah.
Sebenarnya yang harus
minta maaf adalah Mahiru karena membuat Amane khawatir, tapi Amane tampak
sangat peduli.
"Aku minta maaf kalau
aku membuatmu tidak nyaman."
"Mengapa jadi seperti
ini?"
"Eh, maksudku, apa
kamu merasa tidak nyaman atau jijik kalau orang lain tahu tentang kondisimu dan
khawatir tentangmu?"
Ada orang yang tidak suka
jika terlalu dikhawatirkan atau ada juga yang tidak suka jika kondisi mereka
diketahui orang lain. Jadi, setelah mendengar itu, Mahiru bisa mengerti kenapa Amane
ragu-ragu.
Bagi Mahiru sendiri, dia
cukup terkejut bahwa Amane menyadari kondisinya, tapi dia sama sekali tidak
merasa jijik dan dia bisa menerima itu.
Setelah semua itu, mereka
sudah cukup lama menghabiskan waktu bersama dan sejak Mahiru mulai menyukai Amane,
mereka biasanya berada di sini setelah sekolah. Bisa dibilang bahwa selain
waktu mandi dan tidur, dia biasanya ada di rumah Amane.
Jika mereka menghabiskan
waktu bersama selama ini, tentu saja bukan hal aneh jika Amane menyadari
ketidaknyamanannya yang rutin.
Mahiru bisa mengerti
kekhawatiran dan ketakutan Amane bahwa dia mungkin akan menjauh darinya. Tapi
bagi Mahiru sendiri, perasaan lega karena Amane memperhatikannya lebih kuat.
"...Mungkin aku akan
merasa kurang nyaman jika orang asing tahu tentang kondisiku. Tapi aku tidak
masalah jika kamu yang tahu karena kita sudah cukup lama bersama. Lagipula ini
terjadi karena aku tak sengaja menunjukkan rasa sakitku."
"Kamu mencoba untuk
tidak menunjukkan rasa sakitmu?"
"Rasanya memang sakit
tapi ini terjadi setiap bulan, jadi tak ada pilihan lain . Jika aku
menunjukkannya ,orang-orang akan khawatir"
Memang sudah menjadi
keputusan bahwa ia akan dirundung ketidaknyamanan secara rutin ,dan ia telah
menerima kenyataan tersebut.
Ia sudah terbiasa dengan
rasa sakitnya sehingga saat berada di dekat orang lain ia mencoba untuk tidak
menunjukkan ekspresi atau gerakan yang menandakan rasa sakitnya . Tapi ternyata
upayanya sia-sia karena Amane berhasil membaca isyarat tersebut.
Dia berpikir sebisa
mungkin untuk tidak membuat Amane khawatir, tapi sekarang ia merasakan perasaan
kontradiktif dimana ia senang dengan perhatian dari Amane . Saat melihat ke
arah Amane disampingnya ,Amane sedang melihat Mahiru dengan wajah serius.
"Tentu saja aku harus
peduli pada seseorang yang sedang sakit . Ibuku adalah tipe orang yang
serius,jadi aku mendapatkan banyak pengetahuan dari pengalamannya... Tentu saja
aku akan melakukan apa pun yang bisa aku lakukan."
Pada saat seperti ini,
kebaikan Amane yang asli dan cara dia dibesarkan sangat menonjol.
Mahiru telah merasakan
pendidikan luar biasa yang diterima Amane dari orang tuanya selama setengah
tahun terakhir ini.
Meski kadang-kadang
kata-katanya sedikit kasar, dia jujur dan fleksibel, sangat memperhatikan orang
lain, dengan halus memberi bantuan yang dibutuhkan tanpa membuatnya menjadi
utang budi, dan selalu merawat Mahiru dengan hati-hati.
Kekurangan dirinya karena
kurang percaya diri, tetapi itu bisa ditutupi dengan kelebihannya .
Bahkan bagian dari dirinya
yang tidak peduli juga telah mulai membaik belakangan ini ,dan jika masih ada
bagian dari dirinya yang kurang ,Mahiru ingin membantu . Baginya, Amane adalah
orang yang luar biasa
"Amane-kun, kamu
memang selalu seperti itu ya"
"Biasa aja kok...
Kalau kamu lihat aku sedang sakit, pasti kamu juga akan menggiringku ke tempat
tidur kan?"
"Eh, iya sih..."
"Kan?"
Tiba-tiba Amane tersenyum
percaya diri yang membuat Mahiru tertawa, tapi tiba-tiba rasa sakit di perutnya
kembali dan membuat tubuhnya kaku . Amane melihat kondisi tersebut dan seketika
wajahnya tampak khawatir ,matanya tampak cemas sambil melihat Mahiru.
"Eh, sebenarnya aku
pikir kamu mungkin lebih baik pulang dan tidur dengan tenang jika kamu merasa
sangat tidak enak. Tapi, sepertinya kamu tidak terlalu menderita juga. ...Ada
saat-saat ketika orang merasa terganggu atau merasa kesepian ketika mereka
sakit, jadi aku pikir mungkin lebih baik bagi Mahiru untuk memutuskan apakah kamu
ingin tetap disini atau tidak."
Mahiru tertawa sambil
menutupi mulutnya mendengar Amane menjelaskan dengan ekspresi bingung.
Dia benar-benar kewalahan
oleh kebaikan Amane yang selalu memperhatikannya dan memberikan saran dengan
penuh perhatian.
"...Sekarang, aku
lebih suka kalau kita bersama."
Dia merasa bisa menjadi
manja sekarang.
Seharusnya dia sudah
pulang agar tidak merepotkan Amane, dan jika ini adalah Mahiru dari beberapa
waktu lalu, dia pasti sudah mencari alasan untuk pulang. Tapi sekarang, Mahiru
bisa mengandalkan Amane.
Hal ini membuatnya
menyadari sekali lagi bahwa kehadiran Amane telah masuk ke dalam bagian dalam
dirinya yang lembut dan memberinya rasa hangat, membuat dada di bagian dalamnya
geli.
"...Aku tidak
benar-benar sakit. Hanya saja ada sedikit ketidaknyamanan saat
beraktivitas."
"Iya. Hari ini aku
yang akan masak ya."
"...Amane yang akan
masak?"
"Percayalah padaku,
guruku hebat jadi aku juga bisa masak sedikit."
"Hehe, muridku juga
hebat kan?"
"Mahiru pandai
mengajarkanku ya."
Meski Amane bilang begitu
,sebenarnya kemampuan belajar cepat dari Amane adalah faktor utamanya.
Ketika pertama kali
bertemu ,masakan seperti sayuran goreng hangus atau omelet overcooked memang
buruk . Tapi setelah melihat contoh dan penjelasan teori ,Amane dapat menyerap
pengetahuan tersebut dengan cepat.
Amane sendiri adalah tipe
orang yang pintar belajar, jadi ia melihat proses memasak seperti kimia .
Setelah itu ia dengan cepat mendalami proses pembuatan makanan.
Meski tekniknya masih
kurang ,sekarang ini Amane bisa membuat satu hidangan sendiri dan setiap hari
ia membantu di dapur untuk meningkatkan kemampuannya.
Jadi Mahiru tidak khawatir
tentang kemampuan memasak dari Amane.
"Apa ada makanan yang
kamu inginkan?"
"...Aku tidak
benar-benar lapar sekarang jadi asalkan itu hangat dan bukan sesuatu yang
pedas"
"Mengerti . Aku akan
mencoba menggunakan apa saja yang ada di kulkas"
"Kamu telah
berkembang ya"
"Ya, aku juga belajar
loh."
"Hehe"
Hanya dengan berbicara
ringan seperti ini ,rasa lelah di tubuhnya terasa mereda.
Amane tampaknya sengaja
menggunakan suara yang lebih ceria ,sepertinya untuk mengalihkan perhatian Mahiru
dari rasa sakitnya . Memang ,ketika berbicara seperti ini ,Mahiru merasa lebih
lega.
"...Sudah minum
obat?"
"Sudah."
"Oke. Ada hal lain
yang bisa aku lakukan untukmu?"
Ditanya dengan nada lembut
membuat Mahiru merasa ingin dimanja dan dia sedikit ragu-ragu, tapi Amane
berbisik kepadanya seperti setan, "Kamu bisa manja sebanyak yang kamu
mau," jadi setelah mengeluh sebentar, Mahiru melirik Amane.
"Aku sedikit ingin
tidur. Tapi, aku tidak mau pulang."
Dia merasa tidak enak
untuk meminjam tempat tidur, jadi dia hanya ingin tidur sejenak di sofa. Namun Amane
tampak bingung.
Mungkin akan ada komentar
tentang tidur di rumah orang lain dari jenis kelamin yang berbeda, tetapi
sejujurnya dia sudah beberapa kali tertidur di rumah Amane, dan pertama-tama
dia percaya bahwa Amane tidak akan melakukan apa-apa kepada seseorang yang
sedang sakit, jadi itu adalah permintaan dengan penuh kepercayaan.
Apa dia akan menolak? Mahiru
melirik Amane dengan ragu-ragu, tetapi meskipun Amane tampak bingung dan
tersenyum, itu lebih seperti rasa malu daripada penolakan.
Perlahan, tangannya yang
besar diletakkan di kepalanya.
"Tenang saja,
istirahatlah. Aku ada di sampingmu."
"...Iya."
Dengan suara yang hangat
dan lembut seperti memeluknya, Mahiru perlahan menutup matanya dan bersandar
pada lengan Amane yang ada di sampingnya.
Dia merasakan tubuhnya
bergetar sedikit secara dramatis, tetapi Mahiru tidak berniat untuk menjauh.
(Dia bilang dia akan ada
di sampingku.)
Jadi, ini pasti tidak
masalah.
Panas yang ditransfer dari
tempat mereka bersentuhan itu nyaman.
Ketika dia sedikit
memalingkan wajahnya ke arah Amane, aroma segar mint dan aroma sabun lembut dari
pelembut pakaian yang sudah sangat familiar baginya sedang menggelitik
hidungnya.
Dia melemaskan pipinya
dengan aroma yang lembut dan menenangkan itu dan melepaskan kesadarannya saat
menikmati kehangatan bahagia itu.
Ketika Mahiru terbangun
dari mimpi penuh kehangatan itu, dia perlahan mengangkat kelopak matanya yang
berat dan membuka tirai matanya. Pandangannya dipenuhi oleh abu-abu.
Kepalanya berputar jauh
lebih lambat dari biasanya saat mencoba untuk mengingat apa yang telah dilakukan
sebelum tidur. Dia baru ingat bahwa dia telah tidur sejenak setelah beberapa
saat dan mengangkat wajahnya dengan gerakan lamban untuk melihat apa di depan
mata ini.
Cahaya obsidian masuk
dalam pandangan Mahiru.
"Selamat pagi."
Orang tersebut berbisik
dengan suara bulat tanpa sudut ini kepada dirinya membuat Mahiru membeku karena
bingung selama beberapa detik.
Amane, pemilik suara
tersebut mendorong pertumbuhan kesadarannya dengan bertanya "Apa kamu
tidur nyenyak?" Dengan nada suara tenang.
"...Selamat
pagi."
Mahiru juga ingat bahwa
"dia tertidur bersandar pada Amane" pada titik penting ini dan tanpa
sadar merespons dalam nada tinggi karena terkejut.
Dia memang merasa sangat
hangat dan nyaman, tapi tentunya akan terasa hangat jika ia tertidur santai
sambil merasakan panas tubuh Amane.
Meski tubuhnya agak kaku
,namun secara mental ia merasa cukup segar, bisa dibilang bahkan sangat puas.
"Eh... Aku ingin kamu
memberitahu aku sebelumnya tapi ini adalah sesuatu yang Mahiru lakukan, jadi...
Aku merasa tidak enak untuk menolaknya"
"Ini...?"
Mahiru miringkan kepalanya
saat mendengar Amane berbicara dengan ragu-ragu dan memeriksa "ini"
yang ditunjukkan Amane, kemudian dia kembali menempelkan wajahnya ke lengan Amane.
Tanpa dia sadari, ia telah
memegang tangan Amane dengan erat dan merajut jari-jarinya. Sepertinya ia tidak
ingin melepaskan genggamannya, jari-jarinya meluncur di antara jarinya Amane.
Setelah disadarkan bahwa
tampaknya ia telah tidur sambil memegang tangan Amane, Mahiru hampir mengeluh
tapi berhasil menahan diri.
Pasti Amane tidak bisa
bergerak karena ini . Dia pasti merepotkan Amane setelah bersandar padanya dan
mengambil alih kebebasan satu tangannya.
"Maaf ya ,pasti aku
mengganggumu"
"Nggak kok, tapi...
Aku pikir mungkin sedikit sulit buat kamu tidur. Meski sebenarnya kamu sudah
tidur dalam posisi duduk sih."
"Eh, tidak, aku tidur
nyenyak!"
Ketika dia berusaha
mengibaskan tangannya dan menyadari bahwa mereka masih saling merajut jari-jari
mereka, dia panik melepaskan pegangannya. Amane tertawa melihat kepanikan Mahiru
dan dengan lembut melepaskan jari-jarinya yang terjalin.
Meskipun ada rasa
kehilangan yang mendesaknya untuk berbicara, dia tidak bisa terus meminjam
tubuhnya. Dia duduk kembali di sofa dan menatap Amane yang tampaknya juga duduk
kembali.
Amane tampak merasa lega
bahwa Mahiru tampak lebih aktif dari sebelum tidur.
"Obatnya
bekerja?"
"Iya. Kondisiku sudah
membaik. Maaf telah merepotkanmu."
Seperti kata-katanya, dia
merasa telah merepotkan Amane cukup banyak.
Dia membuat Amane khawatir,
dan pada dasarnya dia membatasi gerakannya, waktu bagi Amane yang terpaku di
sofa pasti sangat membosankan.
Dan karena dia bersandar
padanya, beban tubuh Mahiru pasti memberikan tekanan padanya, tentunya
membuatnya lelah tanpa alasan.
Dia merasa sangat menyesal
tentang itu, tetapi Amane memiliki ekspresi yang sama seperti biasanya, atau
lebih tepatnya tampak bingung mengapa ia minta maaf dan matanya berkedip
beberapa kali.
"Apa-apaan itu? Aku
nggak merasa direpotkan kok. Malah senang kamu mau bergantung padaku."
"...Jangan manjakan
aku."
"Bicara soal
manja-manjaan tapi kamu sendiri malah manjakan aku."
“Ayo lakukan juga padaku”
- kata Amane sambil mencubit pipi Mahiru, membuat matanya mengerjap karena geli.
"Itu beda
masalah"
"Apa maksudmu
curang?"
"Hehe.. Aku memang
wanita curang"
Dia tidak boleh terlalu
khawatir atau akan membuat Amane khawatir juga, jadi dengan menunjukkan sikap
teguh kepada Amane yang baik hati ini sambil bersyukur pada kebaikannya ,Amane
tampak sedikit tidak puas sehingga ia tertawa.
Apakah karena tidur
sebentar dan tertawa atau hanya karena obat? Meski agak kaku, tubuhnya sudah
menjadi ringan.
Saat melihat jam
,tampaknya ia telah tidur kurang dari satu jam.
Seharusnya sudah waktunya
untuk makan siang ,dan lagi-lagi ia telah merepotkan Amane . Sementara berpikir
"Harus mulai memasak" dia mencoba bangun - namun tidak bisa bangun.
Bukan karena tubuhnya
berat .
Secara fisik ,dia ditahan
oleh Amane.
Tepat sekali jika harus
dikatakan ,Amane menghentikan gerakannya dengan menahannya menggunakan tangan .
Meski lembut seperti Amane ,namun ia pasti tidak akan membiarkan Mahiru berdiri.
"Duduk saja, Mahiru"
"Eh, tapi aku sudah
merasa lebih baik loh"
"Tapi kamu belum
sepenuhnya pulih kan? Kamu masih terlihat sedikit lesu. Kan aku sudah bilang
aku yang akan masak, biarkan aku menepati janjiku"
Memang Amane mengatakan
dia akan memasak, tapi meski begitu dia telah pulih cukup untuk bergerak biasa
,dan dia ingin mengatakan itu tetapi ketika melihat mata Amane dia tahu bahwa Amane
tidak berniat untuk memberikannya.
Ini adalah hal lain yang
dia pelajari setelah akrab dengan Amane, bahwa meskipun pada dasarnya Amane
mudah dipengaruhi, tetapi ketika ia telah memutuskan sesuatu maka tidak ada
yang bisa membuatnya berubah pikiran.
Dalam hal ini ,tidak ada
gunanya melawan . Dia adalah orang yang tidak akan menyerah sampai lawan
menyerah.
Alasan dia tidak bisa
menolak karena pada dasarnya itu demi orang lain, Mahiru pun tidak bisa menolak
dengan kuat.
Kali ini Mahiru yang
membuat wajah tidak puas, dia mengirim tatapan sebal. Namun Amane, meski
tersenyum getir, matanya yang kuat tampaknya tak akan memberi.
"Jangan cemberut
dong... Jangan mencoba melakukan semuanya sendiri. Percayalah padaku."
"...Iya."
"Baiklah. Anggap saja
kamu naik kapal besar... Meski tak sebanding dengan kapal mewahmu."
"Hehe..."
Mahiru tertawa pada Amane
yang sedikit merendahkan diri sendiri meskipun dia tahu itu sengaja. Amane juga
tertawa dan meraba kepalanya dengan lembut.
Dia tahu bahwa sentuhan
ini ditujukan untuk membuat Mahiru merasa tenang, jadi Mahiru menerimanya
dengan tenang dan bahagia.
Dia yakin bahwa ini adalah
sesuatu yang khusus dilakukan hanya untuk Mahiru.
"...Mungkin butuh
waktu sebentar lagi, jadi kamu boleh tidur lagi jika mau."
"Tidak apa-apa, aku
akan melihat dari sini aksi heroikmu."
"Kamu memang suka
khawatir ya."
Dengan senyum lucu di
wajahnya, Amane menuju ke dapak masak dan dilihat oleh Mahiru yang dipenuhi
rasa bahagia dan lega.
Bukan karena khawatir
tetapi karena sangat senang bahwa dia berusaha keras untuk dirinya sendiri dan
ingin melihat perasaan dan tindakan tersebut sepenuhnya. Mungkin Amane tidak
menyadari hal ini.
Itu seperti keluarga -
pikiran sembrono penuh gembira mengisi pikiran Mahiru saat ia menonton
pertarungan Amane dengan bahan-bahan makanan.
Sekitar satu jam kemudian,
di depan mata Mahiru ada piring-piring berisi makanan mengeluarkan uap harum.
Mahiru yang telah dipandu
dari sofa ke meja makan dengan sangat hati-hati membuka matanya lebar-lebar
pada masakan buatan Amane.
Dia berpikir akan ada
bubur atau sesuatu seperti itu karena permintaannya adalah "sesuatu hangat
selain makanan pedas", tetapi ternyata bukan bubur biasa, tapi risotto
berwarna krim dalam mangkuk dalam . Mungkin risotto krim dari aroma dan
penampilannya . Selain beras ,ada jamur dan bayam ditambahkan sedikit ,membuat
aksen warna coklat tua dan hijau.
"Ini risotto susu
kedelai . Aku sudah mencoba membuatnya dari beras mentah . Apa kamu oke dengan
jamur dan bayam dari freezer?"
Mahiru yang terkejut
dengan penjelasan Amane yang menunjukkan perkembangan itu, Amane menambahkan
kata-kata dengan keyakinan kuat bahwa "Aku bilang aku akan membuatnya
dengan benar."
Bukan karena dia tidak
percaya, tetapi dia tidak berpikir ini akan keluar dari bibir Amane, jadi dia
terlalu tak terduga dan gerakannya membeku.
"Bahan-bahannya
baik-baik saja. Terlihat enak."
"Syukurlah. Aku
khawatir bagaimana jika kamu tidak suka."
"Amane-kun, kamu tahu
kan kalau aku nggak banyak milih?"
"Iya sih... Tapi aku
pikir mungkin ada saat-saat di mana kamu nggak mood."
"Aku nggak mungkin
komplain setelah minta sesuatu sembarangan dan membiarkanmu memasak
semuanya..."
Meski cuma semangatnya aja
udah bikin seneng, dia beneran ngasih dan itu adalah hasil dari usahanya yang
hampir nggak bisa masak sama sekali sejak awal. Aku nggak bisa komplain deh.
"Bagus ya kamu
memilih risotto."
"Soalnya kamu nggak
keliatan seperti kehilangan nafsu makan. Aku lihat sedikit di internet dan memutuskan
untuk membuat risotto. Aku coba pakai dashi putih daripada kaldu dan tambahin
miso. Kayanya rasanya lebih enak gini sih. Pas dicicipi, rasanya oke kok
menurutku..."
"Amane-kun, kamu
benar-benar mengubah konsepnya..."
"Aku merasa agak
rumit jika kamu terlalu terkesan juga. Aku juga bisa kok kalau mau!"
Mahiru nerima sendok dari Amane
dengan senyum sambil bilang "Makasih." Dia lihat lagi risotto yang
baru jadi.
"Bisakah aku
mencobanya?"
"Iya, silakan."
Amane sepertinya agak
tegang atau cemas ketika dia liatin Mahiru dengan tatapan curiga, lalu
tersenyum kepadanya sebelum bilang "Selamat makan." Dia ambil sedikit
risotto dengan sendok.
Itu masih panas karena
baru dimasak, Mahiru tiup-tiup dulu biar dingin sebelum bawa ke mulutnya. Pas
masuk ke mulutnya, rasanya lembut dan tekstur nasi yang dimasak pas banget
kerasa.
Karena dibuat dari beras
mentah ,rasa lebih ringan daripada penampilannya ,viskositas dikendalikan
dengan baik dan bercampur di mulut.
Saat meleleh di dalam
mulut, aroma mentega yang lembut dan susu kedelai yang creamy langsung tercium
,di belakang ada rasa dashi putih meski cukup halus namun memberikan rasa yang
jelas ,menghasilkan cita rasa lembut .
Amane bilang bahwa dia
pake miso,dan kelezatan ini pastinya berkat miso . Walaupun rasanya halus,
tetapi ada kedalaman dalam cita rasanya.
Jamur cincang halus
memberikan tambahan cita rasa pada risotto secara keseluruhan. Secara
keseluruhan memiliki kesan lembut,membawa ketenangan dan perasaan nyaman.
"...Gimana
menurutmu?"
"Enak banget!"
"Pujianmu berapa
persen itu?"
"Tolong jangan asumsikan
kalo ada pujian palsu dong."
Memang benar aku merasakan
kenikmatannya, tetapi bukan karena aku berusaha mencari jawaban pujian palsu
dalam pikiranku.
Pada dasarnya kita nggak
perlu saling memberikan pujian palsu - begitu pikiranku saat liatin Amane, dia
pun balas pandangan ku dengan pandangan malunya
"Ini enak loh. Aku
tahu kamu bikinnya dengan hati-hati. Rasanya lezat tapi tetap menjaga cita rasa
bahan-bahannya."
"Sudah bagus kalau
begitu. Aku juga akan mencicipinya"
Amane pun makan risotto
sambil bilang bahwa ia sudah coba rasanya. Dia tahu rasanya enak meski tak
seheboh Mahiru, tetapi dia tetap tampak puas.
"Enak sih, tapi
dibandingkan apa yang Mahiru buat, ini masih jauh banget sih"
"Maksudmu harus
dibandingkan? Dan lagi aku udah 10 tahun lebih belajar memasak, jadi kalau kamu
bisa ngejar begitu cepat itu pertanda bakat luar biasa kan?"
"Itulah kenapa
sepertinya mustahil bagiku untuk menyamainya"
Meskipun dia sudah
mengalami perkembangan pesat, tidak mungkin untuk ngejar kemampuan memasak, pengalaman,
dan pengetahuan mereka. Seperti nya tidak mungkin bahkan jika mereka berhasil
menyamainya. Dalam pikiran Mahiru, pikiran ini sama penting nya walau mereka
akan melakukan masakan bersama.
"Tapi, enak banget.
Rasanya hangat. Mungkin bisa dibilang rasanya menenangkan. Seperti Amane yang
baik hati ikut larut di dalamnya."
"Baik hati bisa jadi
rasa ya?"
"Rasa itu kan juga
dipengaruhi oleh perasaan kita, jadi kalau masakannya penuh dengan cinta pasti
rasanya juga tambah enak."
Masakan itu nggak cuma
soal skill doang.
Tentu saja rasa masakan
dipengaruhi oleh skill memasak, tapi perasaan dan pikiran orang yang bikin juga
ikut berpengaruh.
Karena Mahiru tau betapa Amane
berusaha dan pedulinya Amane pada masakan itu, rasanya jadi lebih enak.
"...Dan lagi, Amane
udah jago banget masak sekarang. Kerasa nasi nya pas banget dan rasanya juga
lembut."
"Makin semangat aku
denger pujianmu."
"...Kamu nggak
ngeledek kan?"
"Nggak kok... Eh,
serius deh, seneng banget aku denger itu."
"Yang harus berterima
kasih malah aku sih."
Amane sadar kalau kondisi Mahiru
lagi nggak bagus, terus dia care sama Mahiru, bahkan sampe bikinin makanan.
Karena Amane baik dan
peduli sama orang lain, Mahiru bisa manja sama dia seperti ini.
Mahiru udah merasa terlalu
dimanja sampai-sampai dia bingung mau minta apa lagi dari Amane.
Amane mungkin nggak sadar
sih, tapi kemampuannya untuk baik sama orang lain itu bukan hal yang
biasa-biasa aja loh. Itu salah satu kelebihan besar dari Amane.
Mahiru lihat cara Amane
yang santai banget meski dia tau kalau Mahiru sedang manja-manjainya trus dia
bilang "Itu salah satu alasan kenapa kamu begitu hebat." sambil
mengaduk-aduk risottonya dengan sendok.
Setelah mereka selesai
makan dan istirahat sebentar ,Mahiru lihat Amane mau mulai bersih-bersih .
"Mulai sekarang, aku
akan berusaha supaya kamu nggak terbebani lagi"
Meski kali ini Mahiru
manjain diri sendiri dengan membiarkan Amane mengurus semuanya, tapi mereka
berdua yang makan, jadi seharusnya tidak ada beban untuk salah satunya. Itulah
maksud dari perkataan Mahiru, tapi reaksi heran dari Amane membuat Mahiru kaget.
"Eh? Kamu pasti capek
kan?"
"Sama sekali nggak kok,
Kenapa?"
Amane tampak polos dan
agak kekanakan, tapi kata-kata selanjutnya menunjukkan bahwa dia adalah orang
yang dapat diandalkan .
"Malahan aku senang
kalau kamu lebih manja lagi. Kalau kamu sakit tapi tetap berusaha aktif, rasanya
seperti kamu bakal makin sakit aja. Jadi lebih baik istirahat aja, aku juga
seneng kok"
"Tapi,tapi
kan..."
"Pertama-tama, ini
nggak berat kok buat aku"
Mahiru menundukkan
kepalanya tanpa bisa melihat Amane langsung yang tampak tidak puas dan berkata
"Aku sebegitu nggak bisa diandalkan ya?"
"...Kalau kamu bilang
gitu, nanti aku jadi manja terus loh"
"Gpp lah! Eh tunggu
dulu, aku cuci piring dulu. Kamu istirahat aja."
"...Oke"
Amane yang tampaknya sama
sekali tidak merasa terbebani, dia tersenyum dan mengelus kepala Mahiru sambil
bilang "Oke deh", membuat Mahiru hanya bisa memandangi Amane dengan
tatapan kosong.
(Suka banget sih)
Orang yang baik hati,
peka, nggak pernah berhenti berusaha, dan bisa diandalkan.
Amane yang bilang kalau
dia nggak merasa terbebani itu adalah bentuk kepedulian yang luar biasa. Dia
tahu kalau Mahiru susah buat minta tolong dan makanya dia bilang begitu.
Pasti Amane udah paham
betul sama Mahiru baru bisa bilang begitu.
Sepertinya orang seperti
ini nih yang ideal jadi suami ya, tanpa sadar aku malah mulai berkhayal.
Aku terpesona sama
senyuman matang Amane. Tapi Amane malah mengerutkan alisnya.
"...Kamu lagi sakit
parah ya? Mending pulang dan istirahat?"
Mahiru tampak bengong dan Amane
langsung mikir kalau itu karena Mahiru lagi sakit. Karena bikin Amane khawatir,
Mahiru buru-buru geleng-geleng kepala.
"Bukan gitu! Eh...
Kamu nggak bakal ketawa kan?"
"Kenapa?"
"...Aku pikir kamu
bakal jadi suami yang baik."
Meski aku merasa malu
karena omongan aku ini agak aneh, tapi Amane nggak nampak kaget atau apa pun.
Dia cuma tampak terkejut dan sedikit malu-malu.
"Hehe... Nggak ada
maksud lain kok! Jadi gini, aku merasa kamu peduli banget sama aku, selalu mengambil
inisiatif dan selalu ada buat aku. Itulah kenapa aku mikir begitu."
Omongan apa pun yang
keluar dari mulutku sepertinya cuma akan kedengeran seperti alasan doang karena
sebenarnya aku tau perasaanku sendiri.
Perasaanku suka ini udah
gede banget sampai-sampai nggak bisa ditahan lagi. Tanpa mikir panjang,
langsung aja omong hal-hal aneh gitu. Kayanya memang benar kalau saat ini
emosiku belum stabil.
Pipi ku semakin panas
meski sudah mencoba menahan rasa malunya ,tapi hanya dengan memikirkan pandangan
mata Amane saja ,rasa bahagia dan maluku semakin bertambah .
Aku tidak tahan lagi
sampe-sampai "uuuu" keluar dari mulutku .Itu salah satu suara paling
memalukan dalam hidup ku .Amane juga tampak sangat kaget.
"A-Aku seneng kamu
pikir gitu tentang ku. Tapi ,ini mah hal biasa kok ? Ayo istirahat saja"
Dengan bicara
cepat-cepatan sambil cekikikan, Amane menumpuk piring-piring di tray lalu pergi
ke dapur.
Mahiru masih nunduk, nggak
berani ngangkat kepala .
Rasa sakit di tubuhnya sudah
hilang, tapi malunya masih ada dan panas di pipinya juga masih ada, butuh waktu
yang cukup lama buat meredam semuanya.
Previous || Daftar isi || Next