Otonari no Tenshi-sama ni Itsu no Ma ni ka Dame Ningen ni Sareteita Ken / The Angel Next Door Spoils Me Rotten Volume 8.5 Chapter 1 Bahasa Indonesia

 


Chapter 1 - Jalan yang Telah Dilalui Sejauh Ini


[PoV: Amane]

 

Ujung pena menggesek kertas, membuat suara keras sedikit kaku saat halaman putih diisi dengan tulisan.

 

Meski berusaha untuk tidak melihat tulisan yang dibuat oleh jari-jari ramping dan pulpen tipis itu, Aku tetap memperhatikan Mahiru yang duduk di sebelahku yang dengan serius menulis kata-kata dengan tinta hitam pada di bagian buku tebal.

 

Setelah makan malam dan beres-beres, kami berdua bersantai bersama. Tapi bukan berarti kami selalu melekat terus menerus. Bahkan temen-temen sekelas dan sampai-sampai Itsuki salah paham, sampe bingung mau ketawa atau gimana. Sepertinya orang-orang mikir kalo Aku dan Mahiru selalu mesra-mesraan terus.

 

Padahal aslinya, kalo ada hal yang harus dikerjakan masing-masing ya akan kami lakukan masing-masing juga. Bukan selalu kerja bareng atau manja-manjaan terus. Kami cuma share ruangan aja tapi sambil nikmatin waktu santai dengan melakukan hal-hal yang kami suka.

 

Hari ini juga seperti biasanya, Mahiru duduk di sampingku sambil tenang-tenang menulis sesuatu sendirian.

 

Biar pacar pun ngintip apa yang ditulis itu kan tetap kurang sopan ya kan? Tapi aku tau kalau Mahiru lagi nulis sesuatu. Sebelumnya dia pernah nulis resep masakan atau rangkuman review dalam catatan tersebut, tapi kali ini bukan itu.

 

Dilihat sekilas, sepertinya itu buku dengan cover kulit gitu.

 

"Lagi nulis apa?"

 

Meski aku agak gaenak sih karena dia lagi serius-seriusnya nulis, tapi karena penasaran akhirnya malah tanya juga. Begitu ditanya, Mahiru langsung angkat kepala, tapi dia juga tampak bingung.

 

Setelah melihat pandanganku berkeliaran ke arah tangan Mahiru "Oh," dia seperti sudah mengerti gitu.

 

"Ini adalah diary... apa ya istilah lainnya? [TN: Buku harian] Aku pikir lebih baik catat apa aja yang terjadi hari ini sebelum aku lupa."

 

"Woow.. Rajin banget kamu"

 

Ternyata dia lagi nulis diary ya? Emang iya sih keliatannya begitu dari cover bukunya.

 

Bukan tampilan cute atau cantik yang seperti biasa disukai cewek SMA gitu tapi malah lebih ke elegan dan kokoh, seperti emang cocok sama gaya Mahiru.

 

Dia sangat merawat buku itu dengan hati-hati sampai-sampai tidak ada goresan mencolok sama sekali padahal keliatannya udah lama sekali itu buku. Paling nggak ini bukan barang baru yang dia beli-baru ini.

 

"Nulis setiap hari?"

 

"Nggak, nggak sampe segitu seringnya sih. Cuma kalo ada hal penting aja gitu. Ya mungkin kebiasaan dari kecil sih.."

 

"Bagus juga, nanti kalo mau inget-inget lagi apa aja yang terjadi hari itu bisa liat diarynya."

 

"Iya baik atau buruk ya tetep aja lihat gitu"

 

Aku juga suka catat-catat di aplikasi schedule smartphone meski itu bukan diary. Soalnya ntar bisa berguna pas lupa juga.

 

"Yap, emosi dan informasi bisa diatur dengan baik pake cara ini kok menurutku. Kalo udah dicatat di sini, apa yang terjadi hari itu langsung inget. Bahkan saat pertama kali ketemu sama Amane-kun... maksudku saat pertama kali ngobrol juga aku tulis loh?"

 

"Dulu aku batin 'apaan nih orang' waktu itu."

 

Pertama kali kami saling mengenali dan ngobrol adalah saat aku kasih payung pada Mahiru waktu itu.

 

Kalo dipikir-pikir lagi, sikapnya waktu itu kan dingin banget dan agak acuh, jadi kesan pertama pasti bukan kesan yang bagus, itu juga yang aku pikirin sendiri. Jadi kalo dari sisi Mahiru, mungkin malah lebih parah lagi.

 

Pertama-tama, dia tidak banyak omong, tapi hari itu Mahiru ada di taman sendirian karena habis dimarahin sama ibunya. Jelas dong kalo dia tidak bakal seneng kalo orang asing dengan sikap dingin tiba-tiba ngajak ngobrol pas dia lagi sedih.

 

Makin dipikir-pikir lagi, seharusnya bisa lebih baik sikapnya waktu itu ya? Tapi malah bikin nyesel. Tapi orangnya sendiri malah ketawa aja liat mukaku.

 

"Hehehe.. Nggak bisa disangkal sih, tapi bukan berarti perasaan buruk kok. Lebih ke kaget aja sih dan aku udah tau kok kalau Amane-kun itu orangnya cool dari liat di sekolah. Dan aku juga tau kalau kamu ngasih payung tanpa maksud apa-apa."

 

"Jadi... itu kesan bagus ya?"

 

"Iya. Karena kamu seperti itu aku jadi merasa tenang... gimana ya? Kalo orang asing tiba-tiba baik banget sama kamu apa tidak merasa takut? Apalagi mereka masuk ke ruang pribadimu."

 

"Iya sih..."

 

Mungkin pada saat itu bagi Mahiru, orang lain bukanlah sesuatu yang bisa dipercaya. Dia memahami nilai dirinya dan posisinya sehingga dia selalu menjaga jarak dengan semua orang.

 

"Secara tidak langsung sikapmu waktu itu menjadi dasar keyakinanku bahwa kita bisa berteman jadi nggak ada yang salah kok."

 

"Tapi tetep aja nyesel deh seharusnya bisa lebih baik cara atau kata-katanya."

 

Aku memang merasa harus introspeksi karena terlalu acuh tapi Mahiru cuma ketawa aja.

 

"Amane-kun emang terlihat dingin dan acuh banget waktu itu"

 

"Maaf ya..."

 

"Nggak ada maksud menyalahkan kok"

 

Mahiru tertawa lembut sambil menutupi mulutnya dengan tangannya lalu melihatku dengan tatapan sinis yang membuatku balas menatap sinis juga namun akhirnya memalingkan wajah karena kesal.

 

Meski suara tertawanya masih terdengar tapi tidak ada suara ejekan lain datang.

 

Sebenarnya ini adalah hal yang menyakitkan bagi Mahiru jadi sedikit ejekan tidak masalah tapi tetep saja dibully tuh enggak lucu kan?

 

"Huff," desahan kecil keluar dari mulutku dan sebagai balasan dia meraba punggung Mahiru dengan jari-jarinya yang membuat Mahiru terkejut.

 

Tapi tampaknya dia tidak berniat menegur karena setelah itu Mahiru memukul pahaku sebagai balasannya.

 

Dia kembali menulis di bukunya jadi mungkin saja apa yang baru terjadi tadi ditulisnya.

 

Mungkin nanti akan ada hal aneh yang ditulis dan akan dibully oleh Mahiru di kemudian hari, rasanya campur aduk tapi tidak punya hak untuk menghentikannya jadi aku hanya bisa menggigit bibir sambil melihat Mahiru yang tampak senang menulis di bukunya.

 

Dia tidak nulis setiap hari, tidak selalu satu halaman penuh, dan dari penampilan covernya yang sudah tua bisa dilihat kalau dia sudah lama menulis diary ini.

 

Dari jumlah halaman yang sekitar dua pertiganya sudah terisi, kelihatannya dia sudah lama banget ngejalanin rutinitas ini. Itu artinya diary ini udah nemenin perjalanan hidup Mahiru selama ini.

 

"Kamu penasaran?"

 

Meski berusaha nggak liat isinya, tapi tetep aja ngeliatin Mahiru nulis dan sepertinya dia sadar kalo aku lagi ngeliatin.

 

"Hmm, kalo bilang tidak penasaran itu bohong sih, tapi itu kan isi hati dan pikiran Mahiru yang udah ditulis sampe sekarang. Baik atau buruk. Kalo ada yang tidak mau dilihat orang ya tidak usah dipaksain buat ngasih tau."

 

Aku emang merasa agak posesif sih, tapi perasaan itu tidak boleh buat ngekekang orang lain.

 

Aku juga tidak mau bikin orang lain rugi cuma demi memenuhi perasaannya sendiri dan juga dia tidak merasa harus tau semua hal. Ada hal-hal yang lebih baik disimpan sendiri dan keputusan untuk menceritakan atau tidak itu hak Mahiru. Aku tidak punya hak untuk memilih.

 

"Pasti ada hal-hal yang mau dijaga rahasianya dong, dan aku baca itu pasti salah. ...Biar pacar sekalipun, bukan berarti bisa seenaknya ngubek-ngubek semuanya ya? Semua orang pasti punya satu atau dua hal yang mereka pengen simpan sendiri."

 

"Amane-kun tuh paham banget sampai-sampai kadang bikin repot."

 

"Hei hei"

 

Gataunya malah diomelin jadi bingung gitu tapi dia tau kok kalau omelan ini lebih ke pujian jadi dia biarin aja.

 

"...Aku kan bukan Mahiru jadi aku tidak bisa tau semua tentang kamu dan juga tidak perlu tau semuanya. Privasi tetaplah privasi."

 

"Hehehe...aku mengerti...tapi penasaran juga sih kadang-kadang."

 

"...Tidak pengen mengintip-intip kok. Cukup dengan apa yang ingin kamu ceritakan saja sudah cukup bagiku."

 

Ketika aku menunjukkan sikap menghargai keinginan Mahiru, tampaknya membuat Mahiru menjadi sedikit ragu sambil melihat-lihat diarynya.

 

"Sulit ya kalau ditanya 'apa yang ingin diceritakan'"

 

Mahiru dengan lembut membuka-buka lembaran kertas di diary tersebut dimana tulisan-tulisan dari masa lalu terpampang sebelum akhirnya tertutup lagi oleh lembaran-lembaran selanjutnya.

 

"Sebenernya aku cuma nulis catatan biasa aja kok bukan cerita-cerita seru gitu. Jadi lebih ke catatan atau laporan gitu. Kalo diary bener-bener seperti diary mungkin pas SMP kali ya? Soalnya masih labil waktu itu jadi suka curhat di diary saat ada masalah,"

 

"Kalo gitu berarti manusia yang suka marah-marah itu masih bayi ya?"

 

"Ya kalo udah sampai marah-marah sih, pasti ada sisi anak kecil yang ngambek karena tidak bisa mengendalikan emosinya dan pengen orang lain paham gitu."

 

"Iya sih... aku harus hati-hati."

 

"Kenapa kamu malah jadi sedih gitu?"

 

"Yaa... soalnya mungkin aku juga punya sisi seperti itu."

 

Aku sendiri merasa bukan tipe orang yang mudah marah dan jarang berinteraksi dengan orang lain, tapi mungkin aku punya sifat seperti itu tanpa aku sadari.

 

Hal-hal seperti ini seringkali tidak disadari oleh diri sendiri, jadi dengan menyadarinya sekarang bisa menjadi peringatan untuk diriku sendiri di masa depan. Itulah pikiranku, tapi Mahiru tampaknya sedikit bingung.

 

"...Amane-kun yang ngambek, sepertinya lucu deh."

 

"Bukan lucu!"

 

"Cuma becanda setengah-setengahn aja kok"

 

"Setengah?"

 

"Yah, menurutku itu fresh dan lucu sih." [TN: mungkin maksud fresh disini seperti gak pernah liat Amane ngambek gitu sih]

 

"Menurutku marah-marah itu sama aja seperti mental harassment dan tidak ada lucunya sama sekali..."

 

Cuma bayangin diri sendiri lagi ngambek dan marah-marah ke Mahiru aja udah bikin mual. Kalo ini terjadi pada anak kecil ya masih bisa dibilang lucu tapi aku kan udah mirip orang dewasa.

 

Pasti tidak ada yang mau lihat orang dewasa ngambek gara-gara tidak dapet apa yang dia mau. Mungkin Mahiru cuma pengen liat aku nunjukin emosinya secara terbuka, bukan berarti dia mendukungku untuk berperilaku tidak seperti seorang dewasa.

 

"Pokoknya, aku yakin kamu pasti jarang banget marah-marah ke orang lain. Soalnya kamu tuh tipe yang suka menyalahkan diri sendiri dan merendahkan diri sampai-sampai bikin dirimu sedih."

 

"Eh?"

 

"Kamu tuh tipe yang kalau ada masalah langsung merasa bersalah dan sedih. Meski sebenarnya salahnya bukan di kamu, tapi kamu tetap saja lebih memikirkan kesalahanmu sendiri."

 

"... Jarang-jarang banget kok ada kasus di mana salahnya 100% di pihak lawan"

 

Memang benar apa kata Mahiru, biasanya aku cenderung merasa bahwa aku adalah penyebab masalah dan jadi lebih pendiam.

 

"Tapi kadang-kadang kan emang 99% salahnya di pihak lawan?"

 

"Iya sih..."

 

"Aku juga tipe seperti itu sih, tapi aku berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya. Aku akan merefleksikan perilakuku tapi aku akan melihat apakah benar-benar salah atau tidak secara objektif, aku tidak akan minta maaf atau merasa bersalah lebih dari yang seharusnya. Aku tidak ingin hancur karena rasa bersalah."

 

Hal ini membuat Mahiru bisa bertindak seperti dirinya sendiri sehingga membuatku merasakan rasa iri.

 

"Nggak deh, dulu aku kurang pandai mengelola emosi jadi kurang imut gitu. Cara ku menghadapi masalah jauh lebih buruk dibanding sekarang. Bener-bener masih muda banget deh waktu itu"

 

"Kurang imut?"

 

"Mengapa kamu ragu-ragu begitu?"

 

"Apa maksudmu dengan 'kurang imut' padahal kenyataannya enggak gitu?"

 

Mahiru sepertinya nggak sadar bahwa dia sering melakukan hal-hal yang sangat imut sampai-sampai membuatku berpikir apakah itu sengaja atau tidak.

 

Mahiru mungkin berpikir bahwa perilaku dan penampilannya yang bagus itu wajar karena dia memang sengaja melakukannya, tapi ketika dia bersamaku dan berperilaku seperti dirinya sendiri, itu semua adalah alami.

 

Meskipun kadang-kadang ada orang yang menghasutnya untuk melakukan hal-hal tertentu, tapi kebanyakan adalah Mahiru yang asli.

 

Hal-hal lucu dan pemilihan kata-kata yang jika dilakukan oleh orang lain mungkin tampak direncanakan, bagi Mahiru semua itu adalah alami dan tanpa disadari, yang membuatnya menjadi lebih menakutkan.

 

"Siapa sih yang bilang kamu 'kurang imut'?"

 

"Itu aku waktu dulu yang nggak bisa melihat dengan benar."

 

Waktu itu memang salah besar dan sudah merasa menyesal karena telah berkata terlalu keras jadi ketika diingatkan lagi tentang hal tersebut membuatku merasa bersalah.

 

"... Seperti kata Amane-kun, aku rasa waktu itu aku emang kurang imut."

 

"Kalo sekarang aku lihat Mahiru waktu dulu pasti bakalan bilang kamu imut banget deh."

 

"Apa cuma karena udah suka ya?"

 

"Meski tidak suka pun pasti tetap bilang kamu imutnya seperti landak."

 

Mahiru yang tidak bisa percaya sama siapa-siapa dan selalu pake topeng angel, dengan halus nolak orang yang mau deketin dia lebih dari jarak tertentu. Dari sudut pandangku sekarang yang udah tau segala-galanya tentang Mahiru, dia tampak seperti landak yang penuh duri.

 

Meski gaya angel itu adalah cara Mahiru melindungi dirinya sendiri dan aku tidak berniat ngomel-ngomel, tapi melihat Mahiru sekarang yang lebih santai dan manja sampai-sampai bikin dia ragu kalo mereka ini orang yang sama.

 

Aku tidak bermaksud mengejek dan malah merasa lucu dan gemas, tapi Mahiru malah membuat pipinya membulat seperti balon.

 

Gestur anak-anaknya itu sangat imut sampai-sampai aku bilang "sekarang kamu mirip tupai ya?" dan langsung dapet chop di samping perutnya.

 

Aksi protesnya itu tetap saja menggemaskan.

 

Apalagi karena aku tahu bahwa hanya dia yang bisa lihat aksi seperti ini dari Mahiru, jadi rasanya lebih spesial.

 

"... Jadi pada akhirnya kamu jadi seperti kucing kecil yang lebih jujur, manja, dan takut sendirian ya."

 

"... Jadi aku harus pura-pura jadi kucing lagi?"

 

"Tidak usah pura-pura lagi lah."

 

Mungkin lebih tepatnya adalah tidak perlu pura-pura lagi.

 

Di depanku, tidak perlu berpura-pura. Karena ada kepercayaan bahwa aku akan menerima dirinya apa adanya, Mahiru bisa menunjukkan sisi lembutnya kepadaku.

 

Kepercayaan itu, cinta itu adalah hal terindah bagi kami berdua

 

"... Di depan kamu aku tidak perlu pura-pura"

 

"Dari awal juga kamu nggak banyak pura-puranya sih"

 

"Maaf ya"

 

"Minta maaf dong..."

 

"... Sebagai permintaan maaf...boleh deh kalau mau elus-elus kepala aku."

 

Melihat Mahiru mengulurkan kepala dengan harapan membuat aku hampir tertawa lalu meletakkan tangannya di rambut lembut itu.

 

Rambut pirang halus yang terawat baik sangat enak disentuh. Hanya dengan sedikit gesekan saja sudah cukup untuk membuat aroma segar namun manis melayang-layang di udara

 

Sambil menyisir rambut pirang tersebut hingga jatuh ke bahu dengan teliti mulai membuat wajah kesal menjadi bahagia semakin lama semakin banyak tersenyum

 

"Ini sudah cukup bukan nona?"

 

"Sudah cukup"

 

Melihat wajah Mahiru yang sangat senang sampai-sampai dia tidak bisa menyembunyikannya, membuatku berpikir bahwa mungkin ada ekor kucing yang tumbuh dan bergerak-gerak.

 

"Seperti kucing atau anjing ya"

 

"Apa yang kamu bilang?"

 

"Nggak ada apa-apa"

 

Daripada ngejek terlalu banyak dan bikin moodnya jadi jelek, aku lebih memilih untuk menelan kata-kataku dan terus mengelus kepala Mahiru yang sedang manja.

 

Mahiru sepertinya pura-pura tidak denger apa-apa dan sambil mendengkur kecil dia menerima elusan dariku sambil bersandar lembut.

 

Di tangannya masih ada buku diarynya.

 

"Tidak mau lanjut nulis?"

 

"... Setelah ini selesai, aku akan tulis tentang bagaimana Amane-kun memperlakukan aku seperti hewan."

 

"Itu kan masalahnya di kamu sendiri di masa depan."

 

"Hehe, kalo tidak ingat ya nanti ditanya lagi ngapain sih."

 

Mahiru membuka buku diary dan dengan lembut mengikuti tulisan yang dia tulis sebelumnya.

 

"Aku pengen bikin banyak kenangan. Seperti diary yang sudah aku tulis sebelumnya, aku mau catat semuanya dan jadikan itu sebagai sumber kekuatan."

 

Mahiru membalik halaman dan kembali ke masa lalu, dengan mata yang penuh nostalgia dia menatap huruf-huruf yang sedikit pudar karena tinta sudah lama.

 

"... Aku bisa merasakan bahwa kalau aku tidak sama kamu, aku tidak akan sebahagia ini."

 

Dia tidak menyesal atau tidak puas atau sedih, tapi Mahiru dengan pandangan nostalgia dan suara lembut menyatakan perasaannya sambil membuka halaman dari masa lalu dan menutup matanya.


Previous || Daftar isi || Next

Project LN/WN Saat Ini

Post a Comment

Previous Post Next Post